BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pancasila
sebagai dasar Negara, Pancasila dalam kedudukan ini sering disebutkan sebagai
Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philodosofische Gronslag) dari
Negara ,ideologi Negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai
serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan lain perkataan
pancasila merupakan suatu dasar untuk pengatur penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan
perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini,
dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila
merupakan Sumber dari Segala Sumber Hukum. Pancasila merupakan sumber kaidah
hukum Negara yang secara konstitusional yang mengatur Negara Republik Indonesia
beserta seluruh unsure-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan
Negara.
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas
krokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita- cita hukum. Sehingga
merupakan sumber nilai, norma serta kaidah moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis
maupun Undang-Undang Dasar,maupun yang tidak tertulis atau convensi. Dalam
kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum.
Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai
ideologi nasional. Seluruh warga negara kesatuan Republik Indonesia sudah
seharusnya mengetahui, mempelajari, mendalami dan mengembangkannya serta
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari–hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Yang
paling penting kita sebagai warga negara Indonesia seharusnya bangga terhadap bangsa
sendiri. Dengan merealisasikan sebuah teori atau pengertian dari pancasila
tersebut. Sehingga adanya penerapan Pancasila oleh diri kita di dalam
masyarakat, bangsa dan negara, kita dapat mengetahui hal–hal yang sebelumnya
kita tidak tahu menjadi tahu.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah pada
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1.
Pengertian pancasila
sebagai dasar Negara.
2.
Bagaimana Implementasi
pancasila dan Nilai –Nilai Pancasila dalam
kehidupan
dimasyarakat ?
C.
TUJUAN
Dari
rumusan masalah di atas maka tujuan pada penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Mengetahui arti
Pancasila sebagai Dasar Negara
2.
Mengetahui Penerapan/Implementasi
dari Nilai-Nilai Pancasila diberbagai
bidang
di dalam Kehidupan di masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM
KEHIUPAN BERBANGSA
Pancasila sebagai
dasar negara dan landasan idilologi bangsa Indonesia, dewasa ini dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia
dari ancaman disintegrasi selama lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya
sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari
ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak
menuai kritik dan protes terhadap pancasila. Sejarah implementasi pancasila
memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks
implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan
politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi
juga dunia internasional.
Pada zaman
reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, terutama Pancasila sebagai
Paradigma dimaksudkan bahwa didalam nilai-nilai dasar pancasila secara normatif
menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan
nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas
pengakuan dan penerimaan bangsa
Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Implementasi
pancasila dalam kehidupan bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu
realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengimplementasi
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan tersebut di rinci dalam berbagai macam
bidang diantaranya dalam Bidang Politik,Ekonomi Hukum, Sosial Budaya , Kehidupan antar umat beragama dan Bidang Pertahanan
dan Keama
1)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Politik
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis
manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah
sebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar
merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Pengembangan politik
Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada
moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya,
sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera
diakhiri..
Proses
pembangunan politik negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus
mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila,
sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara seperti
memfitnah, memprovokasi, dan
menghasut rakyat harus segera di
akhiri. Selain itu, perwujudan pancasila dalam pengembangan kehidupan politik
dapat dilakukan dengan cara:
· Mewujudkan
tujuan negara demi peningkatan harkat
dan martabat manusi aIndonesia
· Memposisikan
rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik, bukan hanya sebagai
objek politik penguasa semata
· Sistem
politik negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan, sehingga
sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin perwujudan
hak asai manusia
· Para
penyelenggara negara dan para politisi senantiasa memegang budi pekerti
kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia
Contoh Permasalahan /perilaku yang tidak sesuai dengan
paradigma pembangunan politik yang menyimpang:
1) tidak
menganut sistem pemerintahan yang demokrasi
2) tidak
melaksanakan pemilu secara luber dan jurdil
3) presiden
bersikap semena-mena
Berdasar
hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila
IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada
asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara
berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangk atas moral ketuhanan, moral
kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik
dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral
tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Adapun Contoh
Sikap/perilaku Positif Politik Dalam bidang politik, yang kita harus mewujudkan
perilaku, antara lain:
- Menampilkan
perilaku politik sesuai Pancasila
- Menghindari sikap dan perilaku yang
memaksakan pendapat dan ingin
menang sendiri;
-
Penyelenggara negara
dan warga negara mewujudkan nilai ke tuhanan,
kemanusiaan,
kebangsaan, serta kerakyatan dan ke adilan dalam kehidupan
seharihari;
-
Menghindari sikap
menghalang-halangi orang yang akan ber partisipai dalam
kehidupan
demokrasi; ᵠ Meyakini bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
sebagai
nilai yang terbaik dan sesuai untuk bangsa Indonesia serta tidak
meleceh
kannya.
Pancasila sebagai paradigma
pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik
bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan
nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat
secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial
mencakup keadilan politik,
budaya,
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari
•
Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam
pengambilan keputusan
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan
prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan persatuan
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan
kemanusiaan yang adil dan beradab
•
Tidak dapat
tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan
kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut
bersumber pada nilai
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Di era
globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai
sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
-
nilai toleransi
-
nilai transparansi hukum dan kelembagaan
-
nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai
dengan kata)
2)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Ekonomi
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma
pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi
berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi
harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan
kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada
moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi
sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi
kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral
kemanusiaan.
Pancasila sebagai
paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila;
sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Implementasi
kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini mengalami kesenjangan antara
apa yang seharusnya (das solen) dan apa kenyataannya (das sein). Orientasi
pembangunan ekonomi Indonesia telah menyimpang dari ideal Pancasila dan UUD
1945. Penyimpangan yang paling mencolok adalah kebijakan pemerintah yang pro pasar
daripada pro rakyat.[2] Beberapa
bulan lalu pemerintah berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
setelah melalui perdebatan alot di DPR, akhirnya diputuskan bahwa BBM tetap
naik tetapi diundur waktunya dalam tempo enam bulan. Pemerintah berdalih bahwa kenaikan itu merupakan penyesuaian terhadap harga
internasional. Kenaikan harga BBM akan menciptakan efek domino di hampir segala
bidang yang secara otomatis akan membuat beban di pundak rakyat kian berat.
Dalam Ekonomi
Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih
berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat Indonesia (tidak lagi yang seperti
selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik
Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan
ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai
pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan
akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu
mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi
Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga
lebih adil, demokratis,transparan dan partisipatif dalam Ekonomi Kerakyatan,
Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan
peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian
hukum.
3)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Hukum
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah
satu tujuan bernegara Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa
tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem
pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(sishankamrata).
Pelaksanaan hukum yang baik juga harus
ditunjang oleh aparat penegak hukum yang memiliki integritas sesuai dengan
sumpah jabatan dan tanggung jawab moral sebagai penegak hukum. Integritas dan
moralitas para aparat penegak hukum dengan sendirinya harus memiliki landasan
filosofis Negara , dan bagi bangsa Indonesia adalah dasar filsafat Negara
pancasila.
Permasalahan pelaksanaan hukum yang terjadi diindonesia misalnya
Hukuman Antara Koruptor Dengan Pencuri Kakao, dan Semangka.
Kasus pengambilan 3 biji kakao senilai Rp 2.100 harus dibawa ke
pengadilan. Begitu pula dengan kasus pencurian satu buah semangka, di mana
kedua tersangka disiksa dan ditahan polisi selama 2 bulan dan terancam hukuman
5 tahun penjara. Sebaliknya untuk kasus hilangnya uang rakyat senilai rp 6,7
trilyun di Bank Century, polisi dan jaksa nyaris tidak ada geraknya kecuali pak
Susno Duadji yang ke Singapura menemui Anggoro salah satu penerima talangan
Bank Century. Ini juga membuktikan bagaimana Indonesia yang kaya alamnya ini
tidak memberi manfaat apa-apa bagi rakyatnya. Pihak asing bebas mengambil
minyak, gas, emas, perak, tembaga senilai ribuan trilyun/tahun dari Indonesia.
Tapi rakyat Indonesia mayoritas hidup miskin. Baru mengambil 3
biji kakao saja langsung dipenjara. Itulah gambaran hukum yang terjadi di Indonesia.
Tidak adanya keadilan hukuman antara rakyat miskin dengan orang yang berkuasa.
Hal in menunjukkan bahwa hukum di Indonesia dapat dengan mudahnya diperjual
belikan bagi mereka yang mempunyai uang. Memang sungguh ironis ini terjadi
dinegara kita, yang notabennya adalah negara hukum, tetapi hukum yang berjalan
sangatlah amburadul. Seharusnya pemerintah lebih tegas kepada mafia hukum, yang
telah banyak mencuri hak-hak rakyat kecil. Satgas pemberantasan mafia hukum
seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu
dilakukan adalah memberikan efek jera kepada para pejabat yang ketahuan
memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat dalam
kejahatan. Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba atau
melakukan transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan.
Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir
melakukan hal demikian lagi.
Hal ini mengandung makna
bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja,
tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem
pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa.
Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem ini pada dasarnya
sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat
(individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara
dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan
telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002
tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang
tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan
pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD
1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat
pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1) Adanya perlindungan terhadap HAM,
(2) Adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar dan,
adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas
ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya
terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945
atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia
mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya,
Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian
juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar
negara (sila – sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan
‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus
merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.
Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif
(untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
4)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Dalam pembangunan dan
pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang
sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang
dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita
saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak
mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai
gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung
anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya
Oleh karena itu dalam
pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat
nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai
dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika
pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila
mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang berbudaya.
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang
pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal
ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan
martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan
sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan
bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan
beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi
harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat
mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan
Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan
terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah
Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Pada
zaman era globalisasi semakin banyaknya pengaruh terhadap jalannya pencapaian
Indonesia menuju cita – citanya yaitu pancasila . Saat ini kita sudah memasuki
zaman baru atau era globalisasi yang harusnya Indonesia membawa cita – cita
bangsa semakin dekat tetapi fakta tersebut membuktikan bahwa hal tersebut
berlawanan dari pernyataan yang menyimpang jauh . Era globalisasi banyak
memunculkan berbagai alat teknologi modern yang mendatangkan budaya luar masuk
ke Indonesia dan menjadi suatu hal yang bisa di ikuti . misalnya perilaku
yang tidak sesuai dengan paradigma pembangunan sosial budaya yang
menyimpang :
1) memperingati
valentine day
2) ikut-ikutan
merayakan hallowen
3) meramaikan
tempat diskotik
4) meniru
pakaian budaya barat
Di
era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa
indonesia,karena dengan adanya globalisasi batasan batasan diantara negara
seakan tak terlihat,sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah
ke masyarakat.
Tanpa Pancasila kita tidak dapat memfilter dengan baik sehingga hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan indonesia.Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Tanpa Pancasila kita tidak dapat memfilter dengan baik sehingga hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan indonesia.Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku
bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan
regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu
memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama,
bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan,
maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu
bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di
kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan
yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
5)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan
Umat Beragama
Bangsa
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu
dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi
cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah
Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku,
etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi
kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini
keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa
kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di
Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia
memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang
diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan
merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi
antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam
Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1.
Semua umat
Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan
wahidah).
2.
Hubungan
antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas
lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a.
Bertentangga
yang baik
b.
Saling
membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.
Membela
mereka yang teraniaya
d.
Saling
menasehati
e.
Menghormati
kebebasan beragama.
Lima
prinsip tersebut mengisyaratkan:
1)
Persamaan
hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi
yang didasarkan atas suku dan agama;
2)
pemupukan
semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam
menyelesaikan masalah bersama serta saling
membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi
Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa
hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang
memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama
merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan
bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik,
maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia
yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang
mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga
kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara,
“Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara,
merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat
beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog
horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar
manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan
eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis
dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi
manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal
budi, yang kreatif, yang berbudaya.
6)
Implementasi
Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara pada hakikatnya adalah
merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga negara maka
diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam rangka mengatur
ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
Oleh karena pancasila sebagai dasar
Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan
negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai
pendukung pokok negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis
moralitas pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena itu pertahanan dan
keamanan Negara harus mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam
sila-sila pancasila. Dan akhirnya agar benar-benar negara meletakan pada fungsi
yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang
berdasarkan atas kekuasaan.
BAB III
MAKNA SILA-SILA PANCASILA
1. KETUHANAN YANG MAHA ESA :
·
Bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Manusia Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
·
Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Membina kerukunan
hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
·
Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
·
Menyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
·
Mengembangkan sikap
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
·
Tidak memaksakan
suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB :
·
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
·
Mengakui persamaan
derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan
suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna
kulit dan sebagainya.
·
Mengembangkan sikap
saling mencintai sesama manusia.
·
Mengembangkan sikap
saling tenggang rasa dan tepa selira.
·
Mengembangkan sikap
tidak semena-mena terhadap orang lain.
·
Menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
·
Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
·
Berani membela
kebenaran dan keadilan.
·
Bangsa Indonesia
merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
·
Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.
PERSATUAN INDONESIA :
·
Mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·
Sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
·
Mengembangkan rasa
cinta kepada tanah air dan bangsa.
·
Mengembangkan rasa
kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
·
Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
·
Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
·
Memajukan pergaulan
demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. KERAKYATAN
YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAHKEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN :
·
Sebagai warga
negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama.
·
Tidak boleh
memaksakan kehendak kepada orang lain.
·
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
·
Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
·
Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
·
Dengan i’tikad baik
dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
·
Di dalam musyawarah
diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·
Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
·
Keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
·
Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
5. KEADILAN
SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :
·
Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
·
Mengembangkan sikap
adil terhadap sesama.
·
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
·
Menghormati hak
orang lain.
·
Suka memberi
pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
·
Tidak menggunakan
hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaN terhadap orang lain.
·
Tidak menggunakan
hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayA hidup mewah.
·
Tidak menggunakan
hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikaN kepentingan umum.
·
Suka bekerja keras.
·
Suka menghargai hasil
karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
·
Suka melakukan
kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
BAB
IV PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Sebagai dasar negara maka Pancasila menjadi acuan
peraturan perundang-undangan, sebagai ideologi nasional maka Pancasila adalah
arah pembangunan bangsa, Pancasila sebagai pandangan hidup maka Pancasila
adalah pembentuk pola pikir sikap dan tingkah laku atau karakter bangsa dan
sebagai pemersatu maka Pancasila sebagai pengikut kemajemukan.
Oleh karena pancasila
sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan
monopluralis maka pertahanan dan keamanan negara harus dikembalikan pada tercapainya
harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok negara. Dasar-dasar
kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan
negara.
Oleh
karena itu pertahanan dan keamanan negara harus mengimplementasikan nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Dan akhirnya agar benar-benar negara
meletakan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya
suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan.
.
DAFTAR
PUSTAKA
https://www.facebook.com/notes/junaidi-farhan/sejarah-lahirnya-pancasila-sebagai-ideologi-dasar-negara/10150267467729714
Simanjuntak, Gerhard.2002, Diktat Pancasila adalah
Negara Republik Indonesia.Jember
Kansil, C.S.T.1996. Latihan Ujian Pancasila untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: Sinar Grafika
CATATAN
KAKI
Gerhard Simanjuntak, Diktat Pancasila adalah
Ideologi Negara (Jember, 2002) hlm.54.
C.S.T Kamil, Latihan Ujian Pancasila ( Jakarta:
Sinar Grafika ,1996) hlm.226.
0 komentar:
Posting Komentar