Pada
bagian ini anda akan mempelajari aspek perkembangan fisik yang meliputi pengertian
dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik, perkembangan
keterampilan motorik dan keterampilan dasar
pada masa
anak akhir (6-12 tahun).
Dengan demikian, setelah mempelajari bagian ini Anda diharapkan dapat:
Dengan demikian, setelah mempelajari bagian ini Anda diharapkan dapat:
1)
Menjelaskan
pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik;
2)
Menjelaskan
perkembangan keterampilan motorik;
3)
Menjelaskan keterampilan
dasar pada masa anak akhir.
Sekali lagi Anda diingatkan, walaupun saat ini mempelajari
aspek perkembangan fisik, bukanlah
berarti aspek perkembangan fisik
terlepas dari aspek- aspek perkembangan lainnya.
Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
1.
Pengertian perkembangan
fisik
Perkembangan fisik/tubuh
seseorang terjadi karena pertumbuhan
dan perkembangan tulang,
sistem saraf, sirkulasi darah, otot, serta berfungsinya hormon. Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan, perubahan
proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot dan lemak. Secara langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik anak akan
menentukan keterampilan anak bergerak. Secara tidak langsung,
pertumbuhan dan perkembangan
fisik akan mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dan
cara anak memandang orang lain, yang berdampak
lebih lanjut dalam melakukan
penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.
Perkembangan tinggi badan
setiap peserta didik usia SD/MI dapat berbeda- beda, tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka mengikuti
aturan/pola yang sama. Ketika anak berusia lima tahun, tinggi tubuhnya sudah dua kali dari tinggi/panjang tubuh saat ia lahir. Setelah itu mulai melambat kira-kira
7 cm setiap tahun, dan pada usia 12/13 tahun tinggi anak sudah
mencapai sekitar
150 cm. Masih bertambah tinggi sampai usia 18 tahun ketika anak mengakhiri masa remajanya. Pada akhir usia SD dan anak
memasuki masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat daripada anak perempuan. Namun, setelah itu terjadi
pertambahan tinggi yang cepat
sehingga pada akhir masa remaja, biasanya laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Perkembangan berat tubuh
peserta didik yang normal pada usia lima tahun akan memiliki berat tubuh sekitar lima kali beratnya ketika dilahirkan. Pada akhir masa anak sekolah beratnya sekitar 35-40 kg. Pada usia 10 – 12 tahun atau mendekati
permulaan masa remaja, anak-anak mengalami periode
lemak. Pada masa ini anak mengalami pematangan
kelamin yang sebagian besar berasal dari hormon yang muncul bersamaan dengan itu. Gejalanya pada masa dua tahun terakhir ini (10-12 tahun). Nafsu makan
anak semakin besar diringi dengan
pertumbuhan tubuh yang cepat. Penumpukan
lemak terjadi pada perut, pinggul,
pangkal paha, dada, serta disekitar rahang,
leher dan pipi. Penumpukan lemak juga ternyata tidak merata di seluruh tubuh, sehingga orang yang melihat akan
mengatakan anak berpenampilan gemuk.
Perkembangan fisik tidak hanya
berarti pertumbuhan dan penambahan ukuran tubuh (tinggi dan berat badan),
tetapi juga proporsi tubuh atau
perbandingan besar kecilnya anggota
badan secara keseluruhan. Secara umum, perubahan proporsi tubuh mengikuti
hukum arah perkembangan dimana terjadi pertumbuhan
kepala berlangsung lambat, sedangkan anggota
tubuh yaitu kaki dan tangan berlangsung cepat, sedangkan
bagian tubuh lainnya berlangsung sedang. Ketidaksinkronan pertumbuhan bagian-bagian tubuh mengakibatkan proporsi tubuh peserta
didik usia SD/MI berbeda dengan proporsi tubuh ketika bayi maupun dewasa.
Meskipun terdapat perbedaan dan keanekaragaman ukuran tinggi dan berat
badan serta proporsi tubuh, bentuk tubuh anak dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1)
Bentuk tubuh endomorf yang
cenderung menjadi gemuk dan
berat;
2)
Bentuk tubuh mesomorf yang cenderung menjadi kekar dan
berat;
3)
Bentuk ektomorf yang
cenderung kurus dan bertulang panjang.
Ketiga bentuk
tubuh ini mulai tampak jelas pada saat anak mengakhiri
masa anak akhir. Ketika masa remaja dan dewasa bukan hanya tampak jelas ketiga bentuk tubuh ini, tetapi
juga terdapat perbedaan yang jelas antara bentuk tubuh laki-laki dan perempuan.
Selain perkembangan ukuran tinggi
dan berat, serta proporsi tubuh, terjadi pula pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak.
Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposisi) pada peserta didik usia SD/MI cenderung lambat dibandingkan masa anak awal dan remaja. Pengerasan tulang dari
tulang rawan menjadi tulang keras
berlangsung terus sampai akhir masa remaja. Pertumbuhan
tulang terjadi tidak serempak dan
kecepatannya juga berbeda antara tulang yang satu dengan lainnya, tergantung pada hormon, gizi, dan zat mineral yang dikonsumsi
anak. Pada dua tahun terakhir masa
anak akhir di mana terjadi periode lemak, ada kecenderungan terjadi pembengkokan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras untuk menopang
berat badan. Pengerasan tulang serta penambahan serabut otot
yang seimbang dengan pertumbuhan otot dan lemak, penting
bagi aktivitas dan perkembangan anak pada masa sekolah
maupun perkembangan selanjutnya.
Penggantian gigi susu menjadi gigi
tetap terjadi pada peserta didik di usia
SD/MI menjadi peristiwa yang cukup
penting karena mengandung kemungkinan besar mempengaruhi
perilaku anak. Selain pergantian
gigi, hal yang cukup penting adalah perkembangan
susunan syaraf pada otak dan tulang
belakang karena akan mempengaruhi perkembangan indera dan berpikir
anak, yang akan berdampak lebih lanjut pada kemampuan anak dalam belajar.
Sebagian peserta didik usia SD/MI juga berada
pada awal masa remaja yang dikenal
dengan masa puber. Pada masa ini
terjadi perubahan fisik yang sangat pesat baik
dalam ukuran tinggi dan berat badan, maupun dalam porporsi tubuh, yang
disebabkan oleh kematangan kelenjar dan
hormon yang berkaitan dengan pertumbuhan seksual. Perubahan fisik yang sangat pesat ini mengakibatkan anak puber mengalami ketidak- seimbangan, terlalu memperhatikan perubahan fisik tubuhnya, menarik diri dari pergaulan, perubahan minat dan kegiatan/aktivitas
bermain, bersikap negatif/menentang, menjadi kurang percaya diri, dan sebagainya.
2.
Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI berlangsung lebih lambat
dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan pada masa sebelumnya (masa bayi dan
kanak-kanak awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja). Pada masa anak akhir, pertumbuhan fisik relatif
seimbang, meskipun masih tetap ada
perbedaan individual setiap peserta
didik. Jadwal waktu pertumbuhan fisik
tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat, sedang, atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak, baik secara umum
maupun individual. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pengaruh keluarga, baik
faktor keturunan maupun lingkungan keluarga
Faktor keturunan dapat membuat anak
menjadi lebih gemuk daripada anak lainnya
sehingga lebih berat tubuhnya. Demikian juga ras suku bangsa yang
merupakan salah satu keturunan membuat perkembangan fisik seseorang berbeda. Orang-orang Amerika, Eropa dan Australia cenderung lebih
tinggi daripada orang dan anak Asia. Faktor lingkungan akan membantu
menentukan tercapai tidaknya
perwujudan potensi keturunan
yang dibawa anak tersebut.
Pada setiap tahap usia termasuk
usia SD/MI, lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh
daripada tinggi tubuh.
b. Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi
dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun, yang terjadi sebaliknya.
Kecenderungan ini terjadi karena bangun tulang
dan otot pada anak laki-laki memang berbeda daripada anak perempuan.
c. Gizi dan kesehatan
Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggi tubuhnya dan relatif
lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan yang memperoleh gizi kurang. Demikian pula, anak yang
sehat dan jarang sakit biasanya memiliki tubuh sehat dan lebih berat
dibandingkan dengan anak yang sering
sakit. Lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat
dapat membantu mereka memberikan
gizi yang cukup agar terjadi perkembangan fisik yang baik dan sehat sehingga
pada akhirnya akan berdampak pada perkembangan aspek- aspek lainnya.
d. Status sosial ekonomi
Fisik anak dari kelompok
keluarga sosial ekonomi rendah
cenderung lebih kecil daripada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang cukup atau tinggi. Keadaan status sosial ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam
memberikan
makanan, gizi dan pemeliharaan kesehatan, serta kegiatan pekerjaan yang
dilakukan oleh anak-anak tersebut.
e. Gangguan
emosional
Anak yang sering mengalami
gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, dan akibatnya anak mengalami keterlambatan
perkembangan/pertumbuhan memasuki masa puber. Demikian juga bentuk tubuh endomorf (gemuk), mesomorf (sedang) atau ektomorf (kurus) juga mempengaruhi
besar kecilnya tubuh anak, yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap aktivitas, sosialisasi, emosi, dan konsep diri/kepribadian anak secara
keseluruhan.
Dalam mempelajari perkembangan fisik peserta
didik usia SD/MI,
Anda tidak sekedar mengetahui pertumbuhan fisiknya saja,
tetapi
lebih
dari
itu bagaimana pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan aspek lainnya
secara keseluruhan. Perubahan proporsi tubuh yang tidak serasi mengakibatkan anak merasa canggung, berpenampilan
tidak rapi dan kurang menarik, dan
terlalu mengkhawatirkan tubuh yang tak seimbang. Bagi anak usia SD/MI, reaksi yang diperlihatkan oleh orang lain terutama oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan
proporsi tubuhnya mempunyai
makna yang sangat penting. Apabila ukuran dan proporsi tubuh anak
berbeda jauh dengan teman sebayanya, anak akan merasa ada kelainan, tidak mampu,
dan rendah diri.
Perkembangan Keterampilan Motorik
Sejalan dengan perkembangan fisik,
terjadi pula perkembangan keterampilan motorik. Perkembangan motorik
berarti perkembangan pengendalian
gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Apabila tidak ada
gangguan fisik atau lingkungan maupun hambatan
mental yang mengganggu perkembangan
motorik,
secara normal anak berusia 6 tahun akan siap menyesuaikan diri dengan
tuntutan sekolah, dan berperan serta dalam kegiatan bermain
dengan teman sebaya.
Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan syaraf. Sebelum sistem syaraf dan otot berkembang dengan baik, upaya mengajarkan
keterampilan motorik melalui berbagai latihan akan menjadi usaha yang sia-sia. Gerakan terampil yang terkoordinasi belum dapat dikuasai sebelum
mekanisme otot
anak berkembang baik. Sebagaimana
halnya perkembangan fisik pada umumnya,
perkembangan motorik juga mengikuti
pola atau hukum arah
perkembangan, yaitu urutan perkembangan mulai dari
kepala, kemudian bagian tubuh, dan anggota tubuh (tangan dan kaki).
Pola perkembangan motorik dapat diramalkan,
yang dimulai dari gerakan yang bersifat umum atau kasar menjadi gerakan yang semakin
spesifik dan halus. Misalnya, gerakan motorik yang membentuk landasan
bagi keterampilan tangan
dan kaki tergantung pada keterampilan
gerak yang dikuasai sebelumnya. Perbedaan motorik secara individual
selain dipengaruhi kematangan dan keterampilan
motorik sebelumnya, juga dipengaruhi kondisi lain yang dapat memperlambat atau
mempercepat dikuasainya keterampilan gerak motorik tertentu. Kondisi yang mempengaruhi kecepatan dikuasainya perkembangan
keterampilan motorik, antara lain sifat dasar genetik, ada tidaknya hambatan dalam
awal kehidupan seseorang, kondisi pralahir dan saat lahir, gangguan atau
rangsangan dari lingkungan, cacat fisik, kecerdasan,
serta motivasi dan metode pelatihan yang disebabkan perbedaan jenis kelamin
ras, sosial ekonomi.
Keterampilan motorik yang terkoordinasi dengan baik dapat dipelajari/dilatih dan berkembang
menjadi kebiasaan. Sebenarnya, masa anak sangat ideal
untuk mempelajari keterampilan motorik. Pada usia tersebut, tubuh anak masih lentur sehingga lebih mudah dilatih
untuk gerakan motorik, anak belum terlalu banyak mempelajari keterampilan-keterampilan lainnya, belum terlalu banyak
tanggung jawab dibandingkan dengan remaja
apalagi orang dewasa, memiliki keberanian lebih
pada waktu kecil dibandingkan ketika ia semakin besar, serta anak senang melakukan pengulangan yang membantu keterampilan gerakan motorik tersebut.
Keterampilan gerakan motorik
pada umumnya dipelajari dengan berbagai cara :
Pertama, uji coba (trial and error) apabila tidak ada bimbingan dan model untuk ditiru, anak melakukan tindakan coba-coba secara acak. Dengan cara ini,
biasanya keterampilan yang dihasilkan
anak berada dibawah kemampuan anak
lainnya.
Kedua, meniru
atau imitasi dengan cara mengamati
keterampilan gerak motorik suatu model (orang dewasa atau anak yang lebih
besar).
Terakhir, pelatihan terbimbing pada waktu mengamati model yang memperlihatkan ketrampilan gerakan
motoriknya sehingga
anak dapat menirunya dengan tepat dan
cepat.
Terdapat sejumlah keterampilan gerakan motorik yang umum
pada masa anak usia sekolah, antara lain :
Pertama, keterampilan tangan seperti menggunakan alat-alat makan, serta menangkap dan melempar bola. Berkenaan dengan penggunaan tangan, ada kecenderungan beberapa anak
lebih suka menggunakan tangan kanan,
atau tangan kiri (kidal). Anak yang menggunakan tangan kanan seperti
yang diajarkan dan dilatih
oleh orang dewasa dapat mempermudah
belajar, mendapat contoh/model dan bimbingan dalam menggunakan tangan kanan, lebih cepat terampil dan tidak melelahkan, serta lebih mudah menyesuaikan diri dengan harapan social, dan
bergaul dengan orang lain sehingga menjadi pribadi yang menyenangkan.
Kedua, keterampilan
kaki seperti melompat, berlari,
memanjat, dan
mengendarai sepeda.
Dalam perkembangan motorik dapat terjadi masalah biasanya berkenaan dengan keterlambatan atau keterbelakangan kemampuan gerakan motorik yang dimiliki anak
dibandingkan dengan anak seusianya, harapan
yang tidak realistik dari orang
dewasa akan keterampilan
motorik yang harus dikuasai anak,
serta ketidaksanggupan mempelajari keterampilan
gerakan motorik penting sehingga menghambat penyesuaian pribadi dan sosial
anak. Misalnya, anak yang tidak/belum
menguasai keterampilan motorik
yang diperlukan dalam
suatu permainan, ia tidak dapat mengikuti permainan tersebut
atau disisihkan dari permainan. Keadaan ini tentu berdampak lebih
lanjut secara negatif bagi penyesuaian sosial anak dan pembentukan kepribadiannya. Demikian juga apabila keterampilan gerakan motorik
dasar keliru ataupun kurang tepat, maka akan
berdampak bagi perkembangan gerakan motorik selanjutnya.
Anak yang menggunakan tangan kiri (kidal)
juga menyadari bahwa dirinya berbeda dari yang lain, sehingga cukup mengganggu penyesuaian diri dan sosialnya. Anak juga merasa canggung
jika pengendalian
gerakan tubuhnya berada di bawah standar
yang diharapkan bagi tingkatan usianya. Kondisi perkembangan gerakan
motorik seperti ini, dapat
berdampak lebih lanjut pada
perkembangan lainnya. Di antaranya, anak menjadi
rendah diri, timbul kecemburuan terhadap anak lain, malu,
ketergantungan dan tidak berani mencoba, kekecewaaan, serta penolakan
sosial.
Keterampilan Dasar pada Masa Anak Akhir
Selain keterampilan gerak motorik yang banyak dikembangkan melalui
kegiatan permainan, pada usia peserta
didik SD/MI, Hurlock
(1991) mengemukakan empat
keterampilan dasar berikut yang perlu dikuasai anak SD/MI pada masa
anak akhir.
1.
Keterampilan menolong diri sendiri (self help),
yang perlu dilatihkan agar anak dapat mencapai kemandiriannya. Untuk itu, anak harus mempelajari keterampilan
motorik yang memungkinkannya
mampu melakukan segala sesuatu bagi diri mereka sendiri.
Termasuk kedalam keterampilan ini ialah keterampilan makan, mandi,
berpakaian, dan merawat diri. Pada akhir masa anak akhir, anak diharapkan sudah mampu membantu dan merawat diri sendiri dengan tingkat keterampilan dan kecepatan
seperti orang dewasa.
2.
Keterampilan menolong orang lain (sosial), yang diperlukan agar anak dapat diterima oleh kelompok sosialnya, seperti keluarga, sekolah, dan lingkungan
sekitarnya. Agar dapat diterima menjadi anggota
yang kooperatif, anak memerlukan keterampilan seperti menolong orang lain dalam pekerjaan rumah atau sekolah.
3.
Keterampilan bermain, yang diperlukan anak untuk belajar
berbagai hal dan menikmati kegiatan kelompok dan menghibur diri sendiri. Di antara keterampilan bermain yang perlu dipelajari anak ialah keterampilan berlari,
bermain bola, menggambar, dan memanipulasi
alat permainan.
4.
Keterampilan bersekolah atau skolastik, yang
diperlukan anak agar dapat mengikuti
dan berprestasi dalam belajar disekolah. Pada tahun-tahun awal sekolah, sebagian kegiatan anak melibatkan keterampilan motorik halus seperti melukis,
menggambar, menari, dan menyanyi. Semakin banyak dan baik keterampilan yang dimiliki anak, maka semakin
baik pula penyesuaian sosial yang dilakukan, serta semakin baik pula prestasi sekolahnya, baik prestasi akademis maupun prestasi yang non-akademis.
B. Perkembangan Sosial
Peserta didik adalah mahluk
sosial. Sebagai mahluk sosial, ia membutuhkan orang lain untuk
dapat tumbuh kembang
menjadi manusia yang
utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan
saling pengaruh antar sesama
peserta didik maupun dengan orang dewasa lainnya. Pada sub unit 2 ini akan dibahas mengenai: (1) pengertian dan proses sosialisasi; (2)
peranan kelompok dan permainan; serta (3) penyesuaian sosial peserta didik. Dengan mempelajari
sub unit ini
Anda
diharapkan dapat memahami
pengertian dan proses sosialisasi
peserta didik usia SD/MI, menjelaskan
peranan kelompok dan permainan dalam perkembangan sosial
peserta didik, serta membantu
peserta didik dalam penyesuaian sosial.
Pengertian dan Proses Sosialisasi
Perkembangan sosial berarti
perolehan kemampuan berperilaku
yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada
perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan
harapan dan tuntutan
budaya dalam masyarakat tempat
anak tumbuh kembang, serta usia dan tugas perkembangnnya. Setiap masyarakat
memiliki harapan sosial sesuai budaya masyarakat tersebut. Pada masyarakat
pedesaan, anak usia 4-5 tahun tidak mesti
masuk Taman Kanak-kanak. Tetapi,
budaya masyarakat kota menuntut
anak usia tersebut
bersekolah di TK. Tuntutan sosial sesuai dengan tugas perkembangan pada usia antara lain, maksudnya, peserta didik harus mampu
menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mengembangkan peran
sosial sebagai anak laki-laki atau
perempuan, serta mengembangkan sikap sosial, baik terhadap
orang disekitarnya maupun terhadap kelompok sosial seperti
sekolah dan kelompok keagamaan.
Belajar hidup
bermasyarakat memerlukan
sekurangnya tiga proses berikut.
1.
Belajar berperilaku
yang dapat diterima secara
sosial. Setiap
kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima dalam kelompok tersebut. Agar dapat diterima dalam kelompok, maka para
anggota termasuk peserta didik usia SD/MI harus menyesuaikan
perilakunya dengan standar kelompok tersebut.
2.
Memainkan peran
sosial yang dapat diterima. Agar
dapat diterima dalam kelompok
selain dapat menyesuaikan perilaku
dengan standar kelompok, peserta didik juga dituntut untuk memainkan peran sosial dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah disetujui
dan ditentukan oleh para anggota kelompok.
Misalnya ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak, serta peran bagi guru dan siswa.
3.
Perkembangan sikap
sosial. Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus menyukai orang atau terlibat
dalam aktivitas sosial tertentu.
Jika anak dapat melakukannya dengan baik, maka
ia dapat melakukan penyesuaian sosial
yang baik dan diterima sebagai
anggota kelompok
Peserta didik dapat melakukan sosialisasi dengan baik apabila
sikap dan perilakunya mencerminkan
ketiga proses sosialisasi
tersebut sehingga dapat diterima
sesuai dengan standar atau aturan kelompok
tempat peserta didik menggabungkan diri. Apabila perilaku peserta
didik tidak mencerminkan ketiga proses sosialisasi tersebut, maka ia dapat berkembang menjadi orang yang nonsosial
(perilaku tidak sesuai dengan norma kelompok), asocial (tidak
mengetahui tuntutan kelompok sosial
terhadap perilakunya), bahkan sampai antisosial (bersikap
permusuhan dan melawan standar dalam kelompok sosial).
Kemampuan peserta didik melakukan
sosialisasi, antara lain dipengaruhi oleh sejumlah
faktor.
1.
Kesempatan dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam
masyarakat dengan orang lain. Semakin bertambahnya usia, anak semakin
membutuhkan
kesempatan dan waktu lebih banyak untuk bergaul dengan orang-orang di
sekitarnya.
2.
Kemampuan berkomunikasi
dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain.
Peserta didik perlu menguasai kemampuan berbicara dengan topik yang dapat
dipahami dan menarik bagi orang lain. Pembicaraan yang bersifat sosial
bukan pembicaraan yang bersifat egosentris.
3.
Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
Motivasi bersosialisasi ini
tergantung juga pada
tingkat kepuasan yang
dapat diberikan melalui aktivitas sosial kepadanya. Jika
peserta didik mendapat kesenangan dan kepuasan ketika bergaul dengan orang lain, maka peserta didik akan cenderung
mengulangi hubungan sosial tersebut. Demikian juga sebaliknya, jika peserta
didik tidak/kurang puas maka peserta didik cenderung bergaul dengan orang
lain.
4.
Metode belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar sosialisasi melalui kegiatan bermain peran yang menirukan
orang yang diidolakan, maka peserta didik cenderung
mengikuti
peran sosial tersebut. Akan menjadi lebih efisien dan belajar lebih cepat apabila ada bimbingan dan arahan
dalam aktivitas belajar
bergaul dan memilih
teman.
Salah satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya
pengalaman sosial awal bagi perkembangan dan perilaku
sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Pengalaman sosial awal cenderung menetap.
Mempelajari
sikap dan perilaku sosial dengan baik
atau buruk pada pengalaman sosial awal, akan memudahkan atau menyulitkan
perkembangan sosial anak selanjutnya. Sikap sosial yang terbentuk
akan sulit diubah dibandingkan dengan perilaku sosialnya.
Anak yang lebih memilih berinteraksi dengan manusia
akan mengembangkan keterampilan
sosial yang lebih baik daripada anak yang bermain
sendiri dengan benda dan alat permainannya.
Pengalaman sosial awal juga mempengaruhi partisipasi sosial
anak. Mereka yang mempunyai pengalaman sosial awal
yang baik cenderung lebih aktif dalam
kegiatan kelompok sosial. Lebih lanjut perkembangan
sosial berpengaruh terhadap penerimaan
sosial, pola khas perilaku (cenderung sosial atau anti sosial), serta pembentukan
kepribadian. Sikap positif terhadap diri
sendiri lebih sering dijumpai pada orang yang berpengalaman sosial awal menyenangkan.
Perkembangan sosial sebenarnya
sudah dimulai sejak anak dilahirkan. Ia membutuhkan orang lain agar dapat bertahan hidup. Sosialisasi pada bayi dan anak
kecil antara lain dengan
meniru ekspresi orang di sekitarnya, rasa takut dan malu terhadap orang yang tidak/kurang dikenal, kelekatan/ketergantungan pada orang
yang sangat dekat (ibu, pengasuh, anggota keluarga lain), mencari perhatian, menerima atau melawan otoritas
tuntutan orang tua/dewasa,
persaingan, kerja sama atau bertengkar dengan teman sebaya, egosentris atau bersimpati dan empati terhadap orang di sekitarnya.
Pada peserta didik usia SD/MI yang berada pada periode anak akhir, mereka
mulai membentuk kelompok bermain yang dapat
berkembang menjadi kelompok
belajar dan melakukan aktivitas pada masa anak mengenai peran kelompok dan permainan pada periode anak akhir akan
dibahas lebih lanjut pada
uraian mendatang. Selanjutnya,
perkembangan sosial pada masa puber kadang sudah dialami oleh peserta didik di SD
kelas 5 atau 6. Pada masa ini pola perkembangan
sosial terganggu karena terjadi perubahan fisik seksual yang sangat pesat, sehingga
anak cenderung menarik diri, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktivitas kelompok, dan perilaku anak cenderung antisosial. Karenanya, masa ini kerap disebut juga sebagai fase negatif. Jika orang tua, guru dan orang dewasa lainnya kurang memahami perilaku
anak yang menarik diri, cepat berubah-ubah, cenderung
negatif, maka anak
dapat berkembang
menjadi penentang
atau pemberontak, bahkan dapat menjadi antisosial.
Peranan Kelompok dan Permainan
Pada masa anak akhir,
kelompok/geng anak memegang peran penting dalam perkembangan sosial. Pada masa ini anak sudah mulai bersekolah. Lingkungan sosial pun sudah semakin menjadi lebih luas, dari yang semula
terbatas di lingkungan keluarga
dan sekitar rumah dengan
lingkungan sosial di sekolah. Anak bergaul dengan anak-anak
seusianya, para guru, dan orang lain di sekitar sekolah.
Kesadaran sosial berkembang
pesat, anak membutuhkan teman-teman sebaya untuk melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupannya. Kelompok bermain
yang pada masa anak awal terbentuk
secara spontan, informal, dan sementara, tergantung pada kegiatan bermain, biasanya hanya terdiri dari 2-3 anak saja. Kelompok
pada masa anak akhir merupakan usaha
anak untuk menciptakan suatu masyarakat
yang sesuai bagi pemenuhan
kebutuhannya. Kelompok ini mempunyai struktur
yang lebih tegas dan
formal. Ada yang menjadi pemimpin dan
pengikut. Mereka melakukan beberapa
aktivitas seperti kegiatan bermain, hiburan, minat dan hobi. Kadang kegiatan mencoba-coba dan mengganggu orang
lain. Kelompok juga mempunyai kode pengenal tersendiri dan bahkan tempat pertemuan sendiri yang tersembunyi yang disepakati bersama. Perbedaan kelompok disebabkan
karena perbedaan kebutuhan sosial yang berbeda. Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi anak dilakukan dalam hal sebagai berikut :
1)
Membantu anak bergaul dengan
teman sebaya dan berperilaku yang
dapat diterima secara sosial dalam
kelompoknya
2)
Membantu anak mengembangkan kesadaran
yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti
nilai orang tua yang sebelumnya cenderung
diterima anak sebagai ”kata hati” yang otoriter
3)
Mempelajari sikap sosial
yang pantas melalui
pengalamannya dalam menyukai orang
dan cara menikmati kehidupan
serta aktivitas kelompok
4)
Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan
kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.
Penerimaan dan penolakan
anak dalam kelompok disebabkan adanya konflik antara
standar atau
aturan pergaulan yang berlaku
dirumah dan sekolah dengan standar yang berlaku dalam
kelompok. Keadaan ini mengakibatkan anak merasa tidak aman dan
tidak mampu, serta kepekaan yang berlebihan, seperti mudah
tersinggung dan berprasangka buruk dengan cara menafsirkan kata dan
perbuatan teman sebagai permusuhan. Peserta
didik usia SD/MI membutuhkan penerimaan dalam kelompok dan melakukan segala sesuatu untuk menghindari penolakan kelompok
dengan cara memiliki keterampilan yang dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas
bermain yang sesuai dengan minat dan keinginan kelompok. Memang ada anak yang mudah ataupun tidak mudah dipengaruhi sehingga memunculkan
peran pemimpin dan pengikut. Diantara anggota
kelompok dapat pula terjadi
persaingan, itu
wajar. Yang perlu dilakukan ialah pemberian bimbingan
agar persaingan itu terjadi secara sehat, sportif, dan tanggung
jawab.
Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan
sukarela tanpa ada paksaan atau tekanan dari
luar apalagi kewajiban. Aturan permainan ditetapkan sendiri oleh pemain
atau kelompok bermain. Secara umum, bermain dapat dibedakan :
1)
Bermain aktif seperti berlari, perlombaan fisik dan ketangkasan, dan menyusun balok,
2)
Bermain pasif untuk mendapatkan hiburan seperti
menonton televisi, membaca
komik atau buku cerita, dan mendengarkan
lagu.
Melalui
kegiatan bermain dan permainan, selain mendapatkan kegembiraan,
anak juga belajar sesuatu. Permainan atau bermain setidaknya memiliki empat manfaat yaitu:
Pertama, latihan fungsi guna melatih
fungsi motorik kasar melalui permainan kejar-kejaran dan permainan
dengan bola besar. Melalui permainan
puzzle
anak selain berlatih motorik halus,
juga berlatih fungsi kognitif menghubungkan potongan gambar dengan benar.
Kedua, sarana sosialisasi terutama bermain dalam kelompok, anak belajar bekerja sama
dengan teman lain, dan saling pinjam
meminjam
alat permainan.
Ketiga, mengukur
kemampuan terutama untuk
permainan yang
dilombakan seperti
perlombaan lari cepat,
dan permainan olahraga.
Keempat, menempa emosi/sikap melalui kegiatan
untuk mentaati aturan permainan, dan bersikap sportif.
Mengingat pentingnya permainan
bagi perkembangan anak, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru atau orang dewasa
lainnya, yaitu:
1)
Sebaiknya tidak mengganggu
anak yang sedang asyik bermain
2)
Memberi kesempatan dan ruang bermain yang cukup kepada
anak
3)
Memilihkan alat permainan yang memungkinkan anak menjadi
kreatif
4)
Mendampingi dan membimbing anak ketika bermain
5)
Menjaga keseimbangan aktivitas bermain dengan
istirahat, makan, dan belajar.
Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya,
dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1990). Anak yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik mempelajari
berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan
untuk menjalin hubungan dengan orang
lain (teman, orang yang
tidak/baru dikenal)
dan menolong orang lain sehingga menjadi anak yang disenangi. Kemampuan tersebut diharapkan semakin lama semakin meningkat
sesuai dengan usia dan tugas perkembangannya.
Terdapat
beberapa kriteria penyesuaian sosial
yang baik.
1.
Tampilan nyata, di mana perilaku
sosial anak sesuai dengan standar
kelompok dan memenuhi harapan kelompok
sehingga diterima menjadi
anggota kelompok.
2.
Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, dimana anak
dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga
dengan kelompok lain.
3.
Sikap sosial, dimana anak menunjukkan sikap yang menyenangkan
terhadap orang lain, serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok dan kegiatan
sosial.
4.
Kepuasan pribadi, karena anak dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan dapat berperan dalam
kelompok, baik sebagai pemimpin maupun
sebagai anggota kelompok.
Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap
kemampuan penyesuaian sosial peserta didik usia
SD/MI. Penerimaan atau penolakan teman
kelompok berdampak pada perkembangan aspek-aspek lainnya seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir, ada teman biasa yang hanya memenuhi kebutuhan
anak
untuk
berada
dalam kelompoknya,
teman bermain
yang dapat melakukan aktivitas bermain bersama-sama, dan teman
akrab (sahabat) yang memungkinkan anak dapat
berkomunikasi melalui pertukaran
ide, rasa percaya, meminta nasihat/pendapat,
dan berani mengkritik. Jumlah teman
peserta didik usia SD/MI sangat bervariasi,
tetapi umumnya dengan bertambahnya
usia maka jumlah teman pun semakin banyak.
Pemilihan teman biasanya terjadi
karena adanya kesamaan sifat,
minat, nilai-nilai,
dan kedekatan geografis/lokasi. Pergantian teman dapat terjadi
karena perubahan minat, mobilitas sosial (peralihan kelompok sosial pada tingkat yang
setara atau lebih tinggi/rendah),
atau perpindahan lokasi tempat
tinggal. Melalui pergantian teman,
anak dapat belajar hal-hal yang penting dalam perkembangan sosial. Penerimaan dan status sosial anak dalam
kelompok teman sebaya atau
sekelas antara lain dapat diketahui
dengan menggunakan sosiometri yang akan
dibahas pada unit 5. Namun, secara singkat dapat dijelaskan bahawa anak yang populer sehingga menjadi
”bintang” karena kebanyakan anggota
kelompok mengagumi dan menganggap anak ini sebagai
sahabat karib.
Kebalikannya, ada anak yang terisolasi, tidak disukai, bahkan ditolak
oleh anggota kelompok karena
memiliki sifat yang tidak memenuhi tuntutan standar
kelompok sehingga
tidak dapat melakukan
penyesuaian sosial dengan baik. Sifat itu, misalnya,
tidak ramah, egois, sulit bekerjasama, dan curang. Anak yang diterima dengan baik akan merasa
senang dan aman, sehingga dapat mengembangkan
konsep diri secara positif dan menyenangkan, memiliki kesempatan untuk
mempelajari berbagai
pola dan keterampilan sosial, serta dapat menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan masyarakat. Untuk memenuhi
kebutuhan sosial selain melalui kelompok dan permainan, ada juga anak yang mencari
teman khayal sebagai teman
pengganti, memelihara hewan piaraan, dan secara negatif dengan ”membeli” penerimaan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B. 1990. Perkembangan Anak, jilid 1 dan 2. Alihbahasa
Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.
Semiawan, C.R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta
Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Simandjuntak, B. dan Pasaribu, I.L. 1984. Pengantar
Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito.
Sinolungan, R.E. 1997. Psikologi Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Gunung Agung.
Sukmadinata, N.S. 2003. Landasan Psikologi Proses
Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
0 komentar:
Posting Komentar